Labels

Kamis, 28 April 2011

TEMBANG LIR ILIR

TEMBANG DAKWAH WALI SONGO
*** LIR- ILIR ***
Lir - ilir, lir- ilir Bangun ! Bangun lah (dari
tidur )
Tandure wis semilir, pohon sudah mulai
bersemi
Tak ijo royo -royo demikian menghijau
Tak senggo temanten anyar bagaikan gairah
penganten baru
Cah angon, cah angon, Anak penggembala,
anak penggembala
Penekno blimbing kuwi Panjatlah pohon
belimbing itu
Lunyu - lunyu yo penekno walau susah tetap
panjatlah
Kanggo mbasuh dodotiro berguna untuk
cuci pakaianmu
Dodotiro , dodotiro Pakaian -pakaian yang
buruk
Kumitir bedhah ing pinggir disisihkan dan
jahitlah
Dondomono jlumatono benahilah untuk
Kanggo sebo mengko sore menghadap
nanti sore .

Mumpung padhang rembulane Mumpung
terang remmbulannya
Mumpung jembar kalangane mumpung
banyak waktu luang
Yu surako …. .surak hiyo… mari bersorak -
sorak hayo …
BUKAN SEKEDAR LAGU KANAK-
KANAK ……………..??????
LAGU YANG DIPOPULERKAN KEMBALI OLEH
CAKNUN ( EMHA AINUN NADJIB ) , SEORANG
SASTRAWAN KONDANG KITA PADA SEKITAR
TAHUN 2000 TERNYATA…… ADALAH SALAH
SATU SARANA DAKWAH MUBALLIGH AWAL
NEGERI INI…… .SUBHANALLAH !!!
Tembang Lir - ilir yang banyak dianggap lagu
dolanan anak- anak ini sebetulnya adalah
bukti kepandaian para Wali Songo dalam
mengajarkan Islam kepada masyarakat Jawa
melalui cara yang sangat menyenangkan
dan tak terasa menggurui. Kata -kata dalam
tembang itu seolah - olah deretan kata- kata
biasa saja yang menggambarkan keriangan
dunia kanak -kanak. Namun jika dibaca
sungguh - sungguh , akan banyak makna
agamawi yang muncul .
Dimulai dari kata “bangun ,bangunlah ” dari
keadaan tidur, yang sering dilihat para
ulama sebagai keadaan mati sementara ,
akan timbul pertanyaan: Apany yang harus
dibangunkan atau dihidupkan? Ruh - kah ?
Kesadaran ? Atau Pikiran ? Tetapi maksud
kata “ lir-ilir ” yyang juga mengandung
gerakan angin semilir ini bisa juga
ditafsirkan sebagai imbauan lembut dan
ajakan untuk berzikir . Zikir yang akan
menghidupkan apa yang tadinya
melenakan. Zikir untuk kembali siaga.
Tandure wis semilir tak ijo royo - royo tak
senggo temanten anyar , diartikan jika Zikir
sudah dikerjakan , maka akan menghasilkan
kehidupan yang indah dan nyaman seperti
pohon hijau yang rindang, yang bermanfaat
sebagai tempat berteduh banyak makhluk
Allah di muka bumi. Setelah itu , kalimat
sesudahnya mengaitkan kesejukan dan
rindang po hon dengan kesejukan
pengantin baru. Ada yang menafsirkan
bahwa yang dimaksudkan Wali Songo
dengan “ pengantin baru” adalah raja -raja
di Jawa yang baru memeluk agama Islam
( yang sebelumnya leluhur mereka biasanya
memeluk agam Hindu atau Buddha ).
Pemahaman arti seperti ini karena dengan
berpindahnya keyakinan seorang raja
menjadi pemeluk Islam , biasanya juga akan
diikuti dengan perpindahan keyakinan
rakyatnya secara besar - besaran sehingga
seperti pohon hijau yang rimbun, ijo royo -
royo .
Cah angon, cah angon, (Anak penggembala,
anak penggembala ) maknanya ;
Penggembala adalah seseorang yang selalu
mengarahakan hewan -hewan gembalanya
agar tidak tersesat, layaknya seorang imam
yang berkewajiban selalu membimbing
makmumnya di jalan yang benar,
betapapun sulitnya jalan itu. Kata “ cah
angon” itu adalah serua lembut kepada
para imam , para pemimpin , ulama yang
merasa punya kewajiban untuk
mengarahkan rakyat sebagai makmumnya .
Penekno blimbing kuwi mempunyai makna
yang sangat kuat karena belimbing adalah
buah berwarna hijau dengan lima ( 5) sisi
buah yang bisa dianggap sebagai symbol
dari lima rukurn Islam . Sedangkan
“ penekno ” merupakan ajakan kepada raja -
raja JAwauntuk mengimbau masyarakat agar
mengikuti jejak mereka untuk memeluk dan
menjalankan syariat Islam .
Lunyu - lunyu yo penekno kanggo mbasuh
dodotiro memiliki arti walaupun cukup sulit
untuk memperoleh “blimbingkuwi” itu, jika
bisa didapat akan memudahkan mencuci
pakaian. Pakaian disini maksudnya,jika
blimbing kuwi dimaknai sebagai rukun
Islam , maka jika seseorang sudah
berpegang kepada rukun Islam maka akan
mudah baginya untuk memebersihkan hati ,
pikiran , ketakwaan sebagai bagian dari
“ pakaian” yang digunakan sehari-hari .
Sebab jika tidak dibersihkan secara rutin
dan sungguh - sungguh , pakaian itu bisa
cepat lusuh dan terlihat buruk di mata
orang lain.
Karena itu, jika pakaian takwa dan
keimanan sudah mulai terlihat lusuh , baris -
baris kalimat “ dodotiro,dodotiro , kumitir
bedhah ing pinggir “ yang berarti bahwa
pakaian yang sudah lusuh harus segera
dipinggirkan, bukan dengan maksud untuk
dibuang, melainkan untuk dijahit kembali,
diperbaiki agar secepatnya terlihat indah
lagi .
“ Domdomono jlumatono kanggo sebo
mengko sore ” ( benahilah pakaian mu untuk
menghadap nanti sore) , sangat jelas
maksudnya sebagai penanda waktu
menyangkut kematian . Dengan demikian ,
seorang Muslim sudah selayaknya harus
membenahi pakaian iman dan takwanya
sebelum kematian datang “ di waktu sore”
atau ujung umur seseorang yang
diperkenankan Allah SWT.
Tembang ini ditutup dengan imbauan yang
sangat menyejukkan hati bahwa segalanya
harus segera dilakukan “Mumpung padhang
rembulane, mumpung jembar kalangane ”
yang bermakna “ mumpung terang
rembulannya , mumpung banyak waktu
luang ” . Karena jika sinar rembulan sudah
redup , alam semesta gelap dan tak ada lagi
waktu luang untuk berbenah , sia -sia saja
seluruh keinginan untuk memperbaiki
pakaian takwa jika waktunya sudah tidak
memungkinkan .
Seluruh lagu ditutup dengan kata-kata riang
gembira “ yo surako surak hiyo ”yang berarti
sambutlah seruan ini dengan sorak sorai
dan keceriaan untuk menjalankan syariat
Islam dalam kehidupan sehari- hari .

0 komentar

Posting Komentar